Tomorrow Maysa
by Adzkia Anfaunnas
Diterbitkan 2020
Disunting oleh Fairuza H. Razak
Novella, 92 halaman
dalam Bahasa Indonesia
ISBN: 978-623-7716-30-3
-
Seorang remaja bernama Maysa yang tiba-tiba diramal akan mati saat usianya menginjak 17 tahun. Karena hal tersebut, dia menyusun daftar keinginan yang akan dia wujudkan sebelum hari ulang tahunnya yang ke-17. Hari ulang tahun ke-17 pun tiba, ternyata ramalan itu tidak terjadi. Namun Tuhan berkehendak lain.
Kisah mengharukan ini mengungkapkan isi hati dan kehidupan Maysa, ditulis original oleh Adzkia Anfaunnas.
-
Malam ini merupakan malam puncak Jakarta Fair. Suasana pekan raya yang biasa digelar tahunan ini dipadati oleh ribuan pengunjung dan puluhan stan pedagang yang menjual beraneka makanan mulai dari tradisional sampai makanan kekinian. Tidak hanya itu, panggung-panggung hiburan silih berganti menampilkan acara untuk memeriahkan acara ini. Diantara ribuan pengunjung yang memadati acara, Maysa dan Alice, dua gadis remaja berseragam putih abu-abu yang juga mejadi bagian dari keramaian itu.
“Al, masuk yuk ke situ,” ajak maysa ketika mereka melewati sebuah tenda berwarna merah.
“Peramal Sarah? Enggak ah, ngapain kita kesitu.” Alice enggan.
“Ayolah Al, kayaknya menarik deh,” rajuk Maysa berusaha membujuk Alice. “Ya udah, kamu tunggu di sini, akum masuk sendiri aja.” Maysa sengaja memasang wajah cemberutnya.
“Eh, iya-iya. Aku ikut masuk.” Akhirnya Alice pun mengalah, ia menuruti keinginan sahabatnya masuk ke dalam tenda Peramal Sarah.
Suasana tenda tidak begitu terang, hanya ada beberapa lampu kecil yang menerangi. Sementara sang peramal duduk di depan meja dengan sebuah lilin menyala di atasnya. Dengan perlahan, kedua gadis itu mendekat.
“Silahkan duduk, nona-nona cantik,” sapa sang peramal dengan senyuman.
“I-iya,” jawab Maysa dengan terbata-bata.
“Silakan duduk.”
Maysa dan Alice duduk di depan sang peramal.
“Perkenalkan, saya Maysa, dan ini teman saya Alice,” ucap Maysa.
“Saya Sarah, peramal Sarah. Bisa saya mulai?”
“Eh… Erm, iya.”
Peramal Sarah mulai mengocok setumpuk kartu di tangannya, lalu ia mengambil beberapa kartu yang ia letakkan di depan Alice dan Maysa. “Pilihlah masing-masing dua kartu. Jangan tunjukkan kepadaku,” kata peramal Sarah.
Maysa memilih kartu paling ujung kanan, sedangkan Alice memilih kartu yang ada di tengah, nomor tiga dari kiri. Setelah kedua gadis itu mengambil kartu pilihannya masing-masing, peramal Sarah mengambil dua kartu tersisa yang tidak dipilih oleh Maysa dan Alice. Kemudian ia letakkan keempat kartu itu di depannya. Peramal Sarah mulai membalik kedua kartu itu, dalam sekejap raut wajah peramal sarah berubah.
“Sekarang tunjukkan kartu kalian,” pinta peramal Sarah.
Setelah kedua kartu Maysa dan Alice dibalik juga, wajah peramal Sarah menunjukkan ekspresi yang tidak biasa.
“Peramal Sarah, ada apa?” tanya Alice.
“Salah satu kartu yang kalian pilih menggambarkan ketidakberuntungan. Lihatlah kartu yang memperlihatkan suasana malam ini. Ada sosok setengah manusia setengah mahkluk yang memiliki tanduk, sementara kakinya dibelenggu rantai. Bolehkah aku pinjam tangan kirimu Maysa?” pinta peramal Sarah.
“Ba…baiklah.” Peramal Sarah mulai membaca garis tangan Maysa. Mukanya terlihat serius membaca garis tangan Maysa.
“Garis tangan kirimu menunjukkan hal yang tidak begitu menyenangkan. Lihatlah, garis ini bergitu pendek dan tipis. Garis ini menggambarkan bahwa harapan hidup seseorang hanya sebentar. Dan jika kita kaitkan dengan kartu ini, kartu nomor 17, maka usiamu mungkin saja hanya sampai 17 tahun,” terang peramal Sarah.
Maysa terkejut mendengarnya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari peramal Sarah. Saking takutnya, ia sampai mengeluarkan keringat dingin. Matanya sudah berkaca-kaca, ia ingin menangis saat itu juga membayangkan bahwa umurnya tidak akan lama lagi.