Dear Future
by Ahmida Nabyla
Diterbitkan 2020
Disunting oleh Maylia E. Sutarto
Novella, 85 halaman
dalam Bahasa Indonesia
ISBN: 978-623-7716-26-6
-
Reina, putri dari seorang pemulung berhasil menginjakkan kakinya di Paris mewujudkan mimpinya menjadi desainer. Cerita ini menggambarkan perjuangan Reina dari awal ia mengenal dunia mode lewat majalah bekas yang rutin ayahnya bawa dari pengepul sampah setiap minggu, sampai akhirnya majalah-majalah tersebut membuat Reina tumbuh dengan mimpi besar menjadi desainer.
Ikutilah perjalanan Reina berjuang untuk meraih cita-citanya dalam debut novella ini, ditulis original oleh Ahmida Nabyla.
-
Di suatu sore yang mendung, awan kelabu menutup samar-samar langit biru. Seorang pria paruh baya sedang duduk di atas kursi rotan di balkon lantai dua rumahnya. Angin semilir menggerakkan daun-daun kecil tanaman adiantum yang ditanam di pot-pot kecil yang digantung cantik di sepanjang pagar balkon. Pria paruh baya itu tenggelam pada sebuah bacaan fiksi, A CHILD CALLED ‘IT’, yang ditulis oleh Dave Pelzer. Buku itu termasuk tebal bagi orang yang tidak menyukai buku. Tapi tidak untuk pria itu. Seharian dia habiskan duduk melahap sepertiga isi buku bersampul krem dengan ilustrasi seorang anak laki-laki dengan awan yang seolah berupa belaian tangan manusia. Tak lama kemudian seorang gadis berjilbab datang mendekatinya.
“Pak, ini aku buatkan kopi,” ujar gadis itu. Wajah ayunya disembunyikan dalam balutan kerudung biru.
Tangan kanannya membawa secangkir kopi dan tangan kirinya menggenggam bibir piring berisi pisang goreng yang masih mengepul asap panasnya dan beberapa iris kue jajanan pasar. Rupanya baru saja dia mengentas gorengan pisang dari atas tungku penggorengan. Dia meletakkannya di atas meja di samping kanan pria paruh baya yang dipanggilnya, bapak.
“Wah, sedap sekali aroma pisang gorengnya. Oh, ada kue juga! Wah, pas sekali. Kopi manis memang paling cocok sama pisang goreng, apalagi makannya ditemani gadis ayu,” kata pria paruh baya itu sambil menutup bukunya dan menandainya dengan selembar daun kering, kemudian dia letakkan bukunya bersebelahan dengan piring pisang goreng.
“Ah, Bapak bisa aja,” balas gadis itu tersenyum malu-malu.
“Bagaimana hari ini?” tanya pria paruh baya sembari menyeruput kopinya yang masih mengepul.
“Seperti biasa Pak, Reina masih berkutat dengan desain-desain yang harus segera diselesaikan,” jawabnya. Matanya memandang langit senja kelabu yang merona jingga dibalik sela-sela daun pepohon di depan rumahnya. “Sudah lama Reina tidak menikmati sore sama Bapak,” ucapnya lagi.
Reina, nama gadis itu, terdiam sejenak menikmati langit. Tatapannya seperti menyimpan rindu pada sesuatu. Deru sepeda motor yang melintas membuyarkan lamunan Reina. Kepalanya melongok ke bawah, ke arah jalanan depan rumahnya. Dilihatnya seorang pemulung sedang mengais sampah di tong pembuangan. Bajunya tampak kumal dan robek di beberapa bagian. Di pundaknya tersampir karung berisi tumpukan sampah yang dipungutnya.
“Pak, tiba-tiba Reina teringat kehidupan lama kita. Waktu banyak hal sulit harus kita hadapi,” Reina menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia memejamkan matanya mengingat masa-masa perjuangannya dulu.
“Benar. Bapak benar-benar menyesal waktu itu tidak bisa membahagiakan kalian. Bapak tidak mampu memberikan apa yang seharusnya kalian dapatkan,” Bapak menoleh pada Reina dan meletakkan kopi yang masih tersisa setengah cangkir.
“Kenapa harus minta maaf, Pak? Justru Reina bersyukur dengan diberi ujian keadaan kita yang dulu. Karena justru dengan itu membuat semangat belajar Reina tinggi. Bapak tahu, Reina sangat bahagia terlahir menjadi anak Bapak dan Ibu, hidup di tengah-tengah keluarga yang selalu mendukung Reina, apapun itu.”
“Kalian tidak pernah mengecewakan Bapak, dan Bapak sangat bersyukur,” Seulas senyum terbit di balik guratan tua wajah Bapak.
Reina membalas senyum itu, “Terima kasih sudah menjadi bapak yang hebat untuk Reina dan Rezki.”
Reina kemudian mencomot seiris kue jajanan pasar yang dibuat ibunya. Dia begitu menikmati salah satu kue bertabur gula halus di atasnya. Rasanya benar-benar nikmat. Reina kemudian mengambil untuk kedua kalinya.