Amaryllis
by Ashfalia Pramudya
Diterbitkan 2020
Disunting oleh Maylia E. Sutarto & Farah Fakhirah
Novel, 303 halaman
dalam Bahasa Indonesia
ISBN: 979-623-7716-47-1
-
Di antara gelapnya langit tanpa bintang, sebuah cahaya seterang matahari muncul tiba-tiba. Menyusul decitan roda mobil yang lepas kendali. Lengkingan jeritan perempuan tepat setelahnya, memecah sunyi. Lantas darah mengucur deras dari tubuhnya, mengingatkanku pada amaryllis di halaman rumahnya. Tapi perempuan itu bukanlah amaryllis yang bermekaran di mana-mana. Perempuan itu hanya ada satu di dunia. Tak ada penggantinya.
Amaryllis Academy menjadi saksi bisu perubahan Natasya. Seorang perempuan introvert bermetamorfosis menjadi pribadi yang terbuka dan menyenangkan semenjak berkawan dengan Melanie. Bersama, keduanya menemukan rahasia yang tersembunyi di antara debu dan sarang laba-laba.
Sebelum rahasia itu terpecahkan, seseorang telah menciptakan kekacauan. Demi menyelamatkan saudara perempuan Natasya yang terlibat di dalamnya, dan demi sebuah reputasi akademi yang harus terselamatkan, keduanya menyelam ke dasar masa lalu akademi. Gelap, dan penuh misteri. Mencari jawaban atas setiap kejanggalan, menemukan sang dalang kekacauan, dan menguak tabir misteri yang tenggelam tujuh tahun silam.
-
Mei 2010,
Malam itu, seseorang seolah mencuri bintang-bintang yang menggantung di angkasa. Pemandangan itu bukanlah hal tak biasa bagi mereka yang tinggal di asrama. Kabut yang selalu datang tanpa diundang menjadi salah satu alasannya.
Pukul sembilan malam masih tergolong jam ramai bagi anak-anak yang belajar dan tinggal di Florentine Academy, akademi yang resmi beroperasi sejak tiga tahun lalu. Sekolah yang memiliki keunggulan metode pembelajaran modern dan basis kurikulum internasional itu berhasil menggeser posisi pertama sekolah-sekolah unggulan sejenis lainnya. Ditambah dengan fakta, penggagas sekaligus pemilik akademi adalah seorang pianis yang karya-karyanya sangat dicintai masyarakat. Tidak heran kehadiran Florentine Academy dapat diterima oleh masyarakat luas sejak awal diresmikan.
Pianis itu sendiri tinggal di sana bersama keluarga kecilnya. Dengan letak lebih tinggi dari kompleks asrama, rumah kecil bernuansa vintage, yang diapit pepohonan pinus dan cemara itu berdiri.
“Mama!”
Seorang gadis kecil muncul dari balik pintu kaca yang menghubungkan teras samping dengan ruang makan. Gadis mungil berkulit kuning langsat dan rambut ikal itu bersenandung kecil sambil menghampiri seorang perempuan bertubuh tinggi. Perempuan itu sedang berdiri di teras samping rumah, menatap kosong asrama yang terlihat dari kejauhan. Perempuan dengan rambut sebahu itu cukup terkejut mendengar suara memanggilnya. Namun ia tahu betul siapa pemilik suara itu.
“Hai,” sapa perempuan itu dengan tatapan gemas. “Mau mencoba peruntungan lagi?”