Dunia Hanashima

by Zeetha

 

Diterbitkan 2019

Disunting oleh Farah Fakhirah & Maylia E.
Novella, 82 halaman
dalam Bahasa Indonesia
ISBN: 978-623-7716-56-3

  • Karti dan kakak laki-lakinya Bua adalah sepasang saudara Indonesia yang hidup di Jepang. Mereka terkadang berkelahi satu sama lain, biasa menelepon kakek mereka yang berada di Semarang, dan memiliki banyak teman.

    Tetapi sekarang, mereka tidak berada di dunia bahagia yang mereka kenal. Ketika bersembunyi bermain petak umpet bersama teman mereka, mereka pindah ke dunia lain lewat sumur tempat mereka sembunyi!

    Apa saja rintangan yang akan Karti dan Bua hadapi di dunia baru tersebut? Bisakah mereka kembali ke dunia mereka?

  • 1. Sumur Persembunyian

    Bunga-bunga berwarna merah muda bermekaran dengan indah di sudut-sudut taman mewarnai canda dan teriakan nyaring anak-anak yang bermain di jalan depan rumah. Waktu terasa sudah bergerak melewati pukul sepuluh pagi. Matahari bertengger setinggi tombak di atas ufuk. Di salah satu sudut ruangan tengah rumah terdengar suara seseorang sedang bercengkerama di telepon.

    “Terus, Adik enggak mau hujan-hujanan. Kakek aja yang basah deh,” ucap seorang perempuan, dan ia meneruskan dengan tawa yang meriah. Suara itu terdengar seperti seorang remaja perempuan.

    “Waduh ... ada aja Adik nih ...” Seseorang membalasnya. Suaranya terdengar seperti milik orang yang sudah berusia sepuh.

    “Iya, Kakek percaya aja, tuh, ada kucing. Sempat juga didorong sama Adik, kan? Hehehe ...” Remaja perempuan itu menyahut lagi dan ia tidak bisa menahan air mata kegembiraan karena hal lucu itu.

    Memang tidak terasa bahwa mereka sudah bercengkerama menghabiskan waktu lama. Hal-hal lucu yang mereka bicarakan membuat percakapan mereka, yang awalnya hanya untuk menyapa, menjadi sebuah pembicaraan panjang lebar.

    Suara langkah kaki terdengar mendekat. Suaranya cepat dan seperti langkah kaki bersepatu. Suara itu kemudian berhenti dan sebuah suara teriakan keras memanggil nama seseorang.

    “Karti! Keluar!” suara teriakan remaja lelaki membuyarkan percakapan telepon itu. Suaranya terdengar memaksa dan terus berteriak.

    Remaja perempuan itu langsung beranjak berdiri dan berlari ke arah datangnya suara.

    “Keluar juga kamu akhirnya, Karti. Ayo! Arata sama Hayato lagi nungguin kamu di taman hijau, tuh. Adik mereka ada juga,” ucap orang itu. Matanya sangat hidup, seperti sedang berbicara tanpa mengatakan sesuatu.

    “Yaahh ... Arata sama Hayato lagi. Ya udah deh, Adik ikut! Tapi pamit dulu sama Kakek nih ... yang dari Semarang itu lho. Siap-siap juga, ganti baju nih,” jawab Karti. Ia segera masuk ke kamarnya dan bersiap untuk bermain.

    “Eh, kakek. Adik mau main sama Kakak dulu ya. Assalamu’alaikum,” pamitnya. Kakek menjawab salam dan telepon ditutup oleh Karti.

Previous
Previous

Diary of a Hijabi