Misteri Hilangnya Berlian Bertuah
Ditulis oleh Quirina Salsabil Faradita
Suasana sekolah hening, hanya terlihat tiga anak memakai baju seragam sekolah berwana abu-abu putih. Mereka sedang konsentrasi mengumpulkan informasi dari buku mereka. Seorang wanita sedang berkonsentrasi dengan komputernya dan seorang lelaki sedang hilir mudik mengembalikan buku yang telah dibaca oleh pengunjung ke rak buku. Dinginnya AC membuat suasana menjadi lebih hening. Mereka tenggelam dalam keasyikan membaca buku. Ketika mereka menemukan sebuah informasi yang menarik mereka akan menulis informasi itu ke dalam buku catatan mereka. Ketiga anak tersebut adalah Ranti, Ghani, dan Dea. Mereka telah cukup lama bersahabat di Jakarta. Mereka memiliki kelebihan tersendiri yang membuat mereka menjadi anak-anak istimewa. Banyak olimpiade sains di beberapa kota telah mereka menangkan.
Ranti adalah anak perempuan, berambut panjang, bermata lebar, berkulit sawo matang, suku Jawa, baik hati, penolong, pemberani, dan pandai. Dea berambut agak panjang, bermata sipit, berkulit putih suku China, cerewet, pintar teknologi. Ghani anak laki-laki berkulit putih, bermata sipit, suka makan, pintar dalam bidang alkimia, suku sunda. Mereka memiliki hobi menyelidiki sesuatu yang berbau misteri.
Siang hari itu cuaca sedang cerah berawan terdengar suara ketukan pintu dari luar, Ayah Ranti membukakan pintu itu. Lalu muncul seorang lelaki setengah baya yang tidak mereka kenal. Lalu Ayah Ranti mempersilakan lelaki itu masuk dan duduk di ruang tamu. Ranti keluar dari dalam dapur lalu menyuguhkan dua gelas jus jeruk untuk lelaki itu dan ayahnya. Setelah mempersilakan minum pada tamu itu, Ranti lalu masuk ke dalam dan menguping pembicaraan ayahnya.
Lelaki itu memperkenalkan namanya Bain, dia diutus oleh seseorang yang bernama Ibu Puspa dari kota Yogyakarta untuk memberikan sebuah surat kepada Ranti. Setelah memberikan surat itu pada Ayah Ranti Bain pun berpamitan. Ketika Bain sudah tidak terlihat dari pintu depan, Ayah Ranti memberikan surat itu pada Ranti di kamarnya. Ranti membuka surat yang ayahnya berikan. Di dalamnya tertulis “Saya mengundangmu ke kota Yogyakarta untuk berlibur, menikmati indahnya alam sekaligus memecahkan misteri. Kamu juga boleh membawa dua temanmu.”
Setelah mendapat surat dari Bu Puspa, Ranti menelpon Dea dan Ghani.
“Dea, hari ini aku mendapat undangan dari seseorang untuk berlibur ke kota Yogyakarta. Kamu mau ikut berlibur bersamaku?” tanya Ranti pada Dea.
“Tentu aku mau, kesempatan ini tidak boleh dilewatkan” kata Dea menjawab.
“Baiklah, kumpul di rumahku besok sore ya,” kata Ranti. Setelah menelepon Dea, Ranti menelpon Ghani.
“Hai Ghani, hari ini aku mendapat undangan ke Yogyakarta bersama Dea, apa kamu mau ikut?” tanya Ranti.
“Tentu aku mau” jawab Ghani singkat.
“Baik, temui aku di rumahku besok sore” jawab Ranti.
“Baik” kata Ghani lagi.
***
Keesokan harinya mereka pergi ke stasiun menaiki taxi online. Setelah sampai, mereka pergi ke loket untuk membeli tiket kereta. Tiket telah mereka dapat, jadwal pemberangkatan masih setengah jam lagi. Mereka pergi ke ruang tunggu untuk menunggu kereta Argo Lawu datang. Sesekali mereka membeli makanan lalu membaca buku di ruang tunggu. Setelah menunggu setengah jam di ruang tunggu akhirnya pukul 20:00 terdengar seruan penjaga stasiun kepada penumpang yang akan pergi ke stasiun Lempuyangan untuk segera menaiki gerbong kereta Argo Lawu. Para penumpang mulai beranjak dari tempat duduknya pergi dari ruang tunggu. Ghani yang pertama menapakkan kakinya masuk ke gerbong lalu diikuti Dea dan Ranti. Mereka mencari tempat duduknya sesuai yang tertera di tiket masing-masing. Hampir semua tempat duduk penuh dengan orang, mereka akhirnya menemukan tempat duduk masing-masing. Mereka berbincang-bincang sebentar lalu tertidur pulas.
***
Delapan jam berlalu, akhirnya mereka sampai di stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Dea melihat jam tangannya yang telah menunjukan pukul 03:00. Seruan masinis mengingatkan penumpang untuk turun dan tidak lupa membawa barang bawaannya. Ketika mereka keluar dari kereta Argo Lawu, mereka mencari jalan keluar dari stasiun. Di pintu keluar mereka melihat lelaki yang membawa sebuah kertas yang bertuliskan “Ranti”. Ranti bertanya pada lelaki itu.
“Halo, Pak, saya Ranti, apa bapak diutus oleh Ibu Puspa untuk menjemput saya?” tanya Ranti sopan.
“Ya nak, mana barang-barangmu biar bapak bawakan menuju parkiran,” kata bapak itu menawarkan.
“Tidak usah biar kami bawa sendiri ke parkiran,” jawab Ranti agak kikuk karena tidak terbiasa dilayani seperti itu. Akhirnya mereka berangkat dari stasiun ke rumah Bu Puspa menaiki mobil Alpard milik Bu Puspa. Hanya butuh waktu dua puluh lima menit untuk sampai di rumah Bu Puspa. Semua terkagum melihat rumah Bu Puspa yang indah dan besar. Rumah itu terbuat dari kayu yang berukir indah. Mereka berpikir jika luarnya sangat indah apalagi dalamnya.
Bu Puspa menyambut hangat tamu-tamunya dengan membawakan teh hangat. Setelah itu mereka berkeliling rumah Bu Puspa. Sambil menuju ke kebun, Ranti, Dea dan Ghani bertanya dimana mereka akan menginap selama liburan.
“Permisi Bu Puspa, dimanakah kami akan menginap?” tanya Ranti sopan.
“Oh ya, aku akan menyuruh karyawanku untuk menunjukkan kamar kalian,” jawab Bu Puspa. Setelah itu mereka ditunjukkan ke tempat mereka akan menginap. Ranti, Dea dan Ghani masuk ke dalam lalu menata tempat tidurnya dan baju-bajunya masing-masing. Setelah itu Bu Puspa memanggil Ranti sementara Dea dan Ghani pergi ke kebun untuk berjalan-jalan. Ketika Bu Puspa telah bersama Ranti, dia bilang jika Ranti adalah keponakannya satu-satunya.
Akhirnya dia menceritakan jika dia memiliki sebuah berlian sebesar genggaman orang dewasa peninggalan kakek buyutnya. Berlian itu memiliki kekuatan untuk menyuburkan ladang dan membuat barang yang terbuat dari logam biasa menjadi emas. Selama ini berlian itu tersimpan di kotak kayu yang berukir. Namun berlian itu telah dicuri orang saat dia pergi ke sebuah undangan. Ketika kembali dari acara tersebut, berlian tersebut sudah tidak ada di dalam kotaknya. Bu Puspa kebingungan mencari siapa yang dapat memecahkan misteri tersebut.
“Aku tidak dapat melaporkannya ke polisi supaya tidak banyak orang tahu. Akan berbahaya jika orang lain tahu apa kekuatan dari berlian itu. Lalu aku ingat padamu keponakanku yang sangat cerdas, aku percaya kamu bisa memecahkan masalah ini,” cerita Bu puspa dengan cemas.
“Jadi aku adalah generasi terakhir dari keluargamu?” tanya Ranti dengan wajah yang benar-benar kebingungan.
“Ya, jadi karena itu aku mengundangmu,” jawab Bu Puspa.
“Berlian ini tidak boleh jatuh ke tangan yang salah, karena hanya itu benda tersisa yang dapat aku turun temurunkan kepadamu,” kata Bu Puspa.
Ketika mereka sedang bertemu ada yang sedang menguping pembicaraan mereka. Akhirnya Bu Puspa memutuskan untuk keluar karena tidak nyaman di sana.
“Aku merasa tidak nyaman di sini, seperti ada yang menguping pembicaraan kita,” kata Bu Puspa yang merasa tidak nyaman.
“Ya, saya juga…” jawab Ranti. Mereka seperti merasa tidak nyaman karena ada seseorang yang mengintip dari lubang pintu. Akhirnya mereka memutuskan untuk keluar. Saat keluar itulah mereka melihat bayangan seseorang yang berlari dari ruangan Bu Puspa dan Ranti berbicara.
“Mungkin orang itu ada hubungannya dengan berlian yang hilang,” kata Ranti mengira. Akhirnya Ranti memutuskan untuk tinggal di rumah Bu Puspa karena butuh waktu untuk menemukan berlian ini.
***
Rumah itu tidak pernah sepi, banyak karyawan Bu Puspa yang membantu merawat rumah yang besar itu. Ranti, Dea dan Ghani menyelidiki karyawan-karyawan yang ada di rumah Bu Puspa karena mereka sering meluangkan waktu berkumpul bersama. Akhirnya mereka selalu mencatat hal-hal aneh yang karyawan Bu Puspa lakukan.
“Hei Ghani, Ranti, aku mencatat beberapa fakta tentang hilangnya berlian milik Bu Puspa. Pertama, berlian itu hilang ketika Bu Puspa sedang pergi. Kedua, berlian itu hilang ketika kotaknya masih terkunci. Ketiga, hanya ada karyawannya di rumah ini. Jadi menurutku karyawan Bu Puspa pasti ada hubungannya dengan berlian Bu Puspa yang hilang, benar tidak?” tanya Dea.
“Itu benar sekali, tetapi kita tidak boleh asal menuduh karena masih belum ada bukti jika mereka yang mengambil berlian itu. Tetapi benar juga kita harus mencari tahu dahulu tentang karyawannya, benar atau tidak jika mereka ada hubungannya,” kata Ranti.
Mereka curiga dengan karyawan Bu Puspa akhirnya mereka mulai mencari tahu lebih dalam lagi tentang orang-orang itu. Beberapa hari ini ada seseorang yang sedang memberi surat kepada Ranti melewati bawah pintu kamar dan di bawah piring makan Ranti. Tetapi anehnya surat itu kosong tidak ada tulisan di atasnya. Dan surat-surat itu menjadi menumpuk banyak.
“Ini semua sangat aneh, lihat semua surat ini, kosong, dan ini terus menumpuk!” seru Dea yang tidak sabar. Ghani mengambil salah satu kertas kosong itu lalu menciumnya.
“Sepertinya surat ini adalah surat rahasia, siapa pun yang menulis ini pasti menggunakan air lemon,” kata Ghani menjelaskan.
“Lalu apa hubungannya lemon dengan surat rahasia itu?” tanya Ranti.
“Jika kertas terkena air lemon, dipanaskan bagian yang terkena lemon akan lebih dulu berubah warna, maka tulisan itu pasti terlihat,” kata Ghani menjelaskan.
“Aku hanya butuh hair dryer untuk memanaskan kertas ini,” kata Ghani. Akhirnya mereka meminta kepada Bu Puspa untuk meminjam hair dryer miliknya. Ketika Ghani mulai memanaskan kertas itu mereka melihat ada tulisan ‘Pergi dari rumah Bu Puspa, atau nyawamu akan terancam.’
***
Mereka mulai mencari siapa yang menulis surat itu. Dea pun berinisiatif untuk menyelidiki Pak Satemo si koki. Karena yang berhubungan dengan lemon pastilah orang yang bekerja di dapur, pikir Dea. Dea mulai masuk ke dapur. Dan benar di sana dia melihat banyak buah lemon segar.
“Wah banyak sekali lemonnya, dan segar-segar, baru beli dari Pasar ya?” tanya Dea menyelidik.
“Tidak neng, lemon di sini tidak perlu beli ke pasar tapi hanya perlu memetik di kebun saja, kebetulan kemarin baru panen makanya stoknya banyak. Apa neng ingin saya buatkan es lemon?” tanya pak Satemo.
“Tidak, saya akan membuatnya sendiri,” kata Dea menolak dengan sopan.
“Jadi semua lemon ini bapak yang memetik?” tanya Dea menyelidik.
“Tidak neng, saya cuma kerja di dapur, kalau yang bagian memetik lemon itu Wadi,” kata Pak Satemo.
“Oh… begitu,” Dea pikir sudah menemukan siapa yang mengirim surat kepada Ranti.
Dea menceritakan obrolannya dengan Pak Satemo kepada Ranti dan Ghani. Akhirnya mereka sepakat untuk menemui Wadi si tukang kabun.
“Pagi Pak Wadi, saya perlu berbicara dengan bapak,” kata Ranti.
“Oh iya Non, ada apa?” tanya Pak Wadi.
“Sebenarnya kami sudah tahu jika bapaklah yang mengirim surat-surat rahasia pada kami,” kata Ranti. Seketika wajah Pak Wadi langsung pucat pasi.
“Sebaiknya bapak mengaku saja,” kata Ranti.
“Baik, aku akan menceritakan semua kepada kalian tentang berlian yang hilang itu, tapi tidak di sini, kita akan bicarakan di tengah hutan,” kata Wadi.
“Pergilah ke hutan, nanti malam aku akan menunggumu di depan hutan,” kata Pak Wadi lagi.
“Baiklah, kami akan datang,” kata Dea.
***
Ketika malam tiba, mereka berangkat bersama-sama, ketika sampai di depan hutan mereka bertemu dengan Pak Wadi. Mereka pun berangkat bersama-sama dan menemukan sebuah gubuk kecil di dalam hutan.
Akhirnya mereka masuk satu per satu. Pak Wadi duduk di samping anak-anak itu.
“Jadi, saat itu aku sedang perjalanan pulang dari rumah Bu Puspa tetapi dompetku ketinggalan. Aku pun kembali ke rumah Bu Puspa, tetapi saat aku ingin mengambil dompetku aku mendengar ada beberapa orang sedang berada di ruangan khusus Bu Puspa. Orang-orang itu adalah Sikirin kepala pelayan, Pariman suami Sikirin dan Bu Parwani yaitu kerabat jauh Bu Puspa. Mereka sedang berusaha mencuri berlian Bu Puspa, aku hanya memutuskan untuk tetap bersembunyi,” kata Pak Wadi menjelaskan panjang lebar.
“Jadi bapak mengirim surat itu agar kami tidak terluka?” tanya Ghani.
“Iya, Bu Parwani bukan hanya ingin mencuri berlian milik Bu Puspa, tetapi juga pasti akan menyakitimu karena kamu adalah generasi terakhir Bu Puspa. Dia punya rencana ingin menguasai seluruh harta kekayaan Bu Puspa,” kata Pak Wadi.
Akhirnya Ranti menceritakan apa yang didengar dan dilihat Pak Wadi saat berlian itu hilang kepada Bu Puspa.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang supaya Parwani mengembalikan berlian itu Ranti?” tanya Bu puspa.
“Saya ada ide Bu, kita akan menjebak Bu Parwani supaya mengembalikan berlian itu. Ibu pura-pura sakit dan meminta dia untuk datang, pada saat dia sudah di sini kita akan membuat bagian dapur rumah ini terbakar. Saat itu ibu pura-pura panik dan menitipkan kotak berlian terkunci kepada Ibu Parwani supaya diselamatkan dan memintanya membawa pergi dari rumah ini. Setelah itu tentu saja Bu Parwani tidak mungkin mengembalikan kotak berlian itu kosong begitu saja kepada Ibu,” Ranti menjelaskan rencananya.
“Bagus sekali Ranti, cerdas sekali rencanamu itu. Besok kita akan jalankan rencanamu, Wadi dan Ghani yang akan bertugas membuat kebakaran bohongan di bagian dapur,” jawab Bu Puspa.
***
Paginya Bu Puspa pura-pura sakit parah dan menelepon Bu Parwani agar menjenguknya.
“Parwani datanglah ke sini, bisakah kamu menemaniku ketika aku sakit?” tanya Bu Puspa dengan mengubah suaranya menjadi lemas.
“Baik Bu, aku akan menemani ibu, aku segera berangkat,” jawab Bu Parwani tanpa berpikir panjang. Hanya butuh setengah jam untuk ke rumah Bu Puspa dari rumah Bu Parwani. Setelah sampai di rumah Bu Puspa, Bu Parwani mengajak mengobrol Bu Puspa dan menyuapinya bubur yang dibawanya. Tidak lama kemudian dapur rumah Bu Puspa terbakar, Bu Puspa pun panik, dia pun tergopoh-gopoh mengambil kotak berlian yang kosong lalu memberikannya kepada Bu Parwani.
“Tolong jaga berlianku, ini adalah harta keluargaku,” kata Bu Puspa, setelah itu menyuruh Bu Parwani pergi menjauh dari rumah Bu Puspa.
Hari berikutnya Bu Puspa menelepon Bu Parwani, memberi tahu jika Dapur rumahnya telah selamat.
“Parwani, dapurku sudah selamat, api tidak sampai menyebar, tolong kemarilah dan bawa kotak berlianku,” kata Bu Puspa melalui telepon.
Setelah itu Bu Parwani perjalanan ke rumah Bu Puspa.
“Aku tidak mungkin memberikan kotak kosong padanya, dia akan curiga dan menuduhku,” kata Bu Parwani pada dirinya sendiri. Ketika Bu Parwani sampai di rumah Bu Puspa, dia melihat Bu Puspa sudah sehat. Lalu Bu Parwani memberikan kotak berlian milik Bu Puspa yang berisi berlian.
“Ini berlian milik Ibu,” kata Bu Parwani sambil memberikan kotak berlian itu.
“Terima kasih telah menjaga berlianku…” kata Bu Puspa berterima kasih.
Bu Puspa mengambil berlian yang dibawa oleh Bu Parwani dan mengecek apa berlian itu benar-benar miliknya atau tidak. Ketika dia melihat berliannya telah kembali dia benar-benar senang.
“Kau benar-benar baik mau menjaga berlianku yang berharga…” kata Bu Puspa berbasa-basi pada Bu Parwani. Bu Puspa memanggil Ranti dan memperkenalkan dia sebagai keponakanya.
“Parwani, perkenalkan ini adalah Ranti keponakanku,” kata Bu Puspa memperkenalkan. Seketika itu wajah Bu Parwani menjadi terkejut karena dia pikir Bu Puspa tidak memiliki penerus keluarga.
“Ya, saya adalah keponakan Bu Puspa,” kata Ranti.
“Kami telah mengetahui jika kamu adalah orang yang telah mencuri berlianku,” kata Bu Puspa.
“Tidak, aku tidak akan mencuri berlianmu, karena aku tidak membawa kuncimu. Kamu hanya memberikanku kotak itu, lalu kamu menyuruhku untuk pergi dari rumahmu,” kata Bu Parwani menyangkal.
“Ya, tentu saja memang karena itu ide Ranti supaya kamu mengembalikan berlianku. Cerdas sekali bukan keponakanku? Sekarang kamu akan ditangkap oleh polisi karena tindakanmu mencuri Berlian tersebut!” kata Bu Puspa. Polisi-polisi yang sudah siap untuk menangkap Bu Parwani akhirnya keluar dari persembunyiannya. Bu Puspa juga memanggil Sakirin dan Pariman yang turut serta membantu Parwani mencuri berlian agar ditangkap oleh polisi. Polisi memborgol tangan Bu Parwani, Pariman, Sakirin lalu menaikkan mereka ke dalam mobil polisi untuk dibawa ke kantor polisi. Wajah Bu Parwani, Sakirin, dan Pariman terlihat tertunduk pasrah.
***
“Terima kasih anak-anak, kalian telah membuat berlianku kembali ke tanganku,” Bu Puspa berterima kasih kepada Ranti, Dea dan Ghani.
“Tidak masalah Bu Puspa, ini memang hobi kami,” kata Ranti, Dea dan Ghani serempak.
“Dan Wadi, kamu akan kuangkat menjadi kepala pelayan di rumah ini!” kata Bu Puspa. Bu Puspa juga bilang jika Ranti sudah cukup umur dia akan memberikan Berlian dan semua harta peninggalan leluhur itu pada Ranti. Ranti, Dea dan Ghani pun pamit untuk pulang dulu karena liburan sekolah telah usai.