Kegagalan Itu Kesempatan Berharga

Written by Nasywa Cahya Anindita

 

“Kenapa nangis terus, sih?”

Itulah pertanyaan yang akhir-akhir ini selalu berdengung di pendengaran Eliana. Orang-orang yang sekadar lewat di depannya terus mengulang-ulang ucapan tersebut. Membuatnya muak setengah mati. 

Memang benar faktanya, di pandangan orang-orang, Eliana sangat terlihat kacau. Tapi, bisakah mereka menutup mulut sebentar saja? Atau setidaknya cukup memaklumi kesedihan yang sedang Eliana rasakan. Tidak perlu ikut campur, apalagi kalau pada akhirnya hanya sekadar berbasa-basi,

 “Sabar, ya!”

Atau malah mengadu nasib, 

“Harusnya kamu bersyukur dong masih ada di peringkat atas! Aku yang ada di urutan terakhir saja tak mengapa!” 

Bisakah mereka berhenti melontarkan hal itu?

Akhir-akhir ini, keadaan fisik maupun hati Eliana memang tengah kusut. Karena satu perkara yang dipandang remeh oleh orang lain, tapi tidak bagi dirinya. Eliana itu ambisius. Sejak dini, ia selalu memegang teguh pendiriannya. Selalu berusaha meraih peringkat pertama di kelas dan menjadi yang paling sempurna di antara puluhan murid lainnya. 

Hal itu terbukti sejak ia mengenyam pendidikkan di Sekolah Dasar. Peringkat pertama dari tahun ke tahun, selalu ia dapatkan. Tidak pernah terganti. Hanya ada namanya, ‘Eliana Kinasih Arthawidya’ yang tertera di kertas pengumuman sekolah sebagai murid paling teladan. Tidak berhenti di sana, gelar ‘Pemilik Peringkat Pertama Abadi’ bahkan disematkan pada dirinya semasa Sekolah Menengah Pertama. 

Mirisnya, di tahun ini gelar itu resmi tersingkir dari namanya. Di kelas sepuluh, semester pertama. Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup; namanya berada di peringkat sebelas, tergeser jauh. Ia jelas kecewa berat. 

***

Di liburan kenaikkan kelas, kegiatannya setiap hari hanya menangisi nilainya dan mengutuk dalam-dalam nama Saputra, si perebut ranking pertama yang harusnya menjadi miliknya. Eliana jadi terlihat sangat kacau. Ini berlebihan, tapi memang realitanya.

Ia tampak seperti zombie berjalan. Rambutnya kusut, wajahnya jadi kusam dan kantung matanya kian menggelap. Tak jarang, gadis itu berteriak marah. Tingkat paling parahnya, melempar benda-benda di sekelilingnya. Gadis itu patah semangat, tidak lagi berniat berusaha bangkit. Orang tuanya sangat sedih, mereka sadar bahwa satu kekurangan fatal Eliana adalah tidak bisa menerima kegagalan.

Ayah Eliana mengetuk pintu kamar Eliana. Di ketukan keempat, Eliana membuka daun pintu kamarnya. Menampakkan raut wajahnya yang masih lesu. 

“Mau keluar bersama Ayah?” tanya ayah Eliana.

Sebenarnya ini sudah kali ketiga ayah mengajaknya pergi keluar di hari itu. Ayahnya tahu kalau Eliana butuh menghirup udara segar setelah berlama-lama mengurung diri di kamar.

Eliana mengangguk pelan. Akhirnya ia menyetujui ajakan sang ayah.  

***

Semburat langit sore bersinar hari ini. Matahari yang nian menurun, tetap memancarkan sinarnya yang elok. Angin-angin dari ufuk barat bertiup, membuat sejuk perjalanan. Seulas senyuman tipis terpatri di bibir Eliana, ia dan ayahnya telah sampai di sebuah karnaval yang berada di pinggri pantai. 

Saat sedang menyisiri Kawasan karnaval. tiba-tiba atensinya beralih. Terpusat pada sebuah poster besar yang melekat di dinding sebuah bangunan. Ia membacanya.

‘MARI HADIRI! RENUNGAN DAN MOTIVASI DARI MOTIVATOR KELAS DUNIA DENGAN TEMA; KEGAGALAN ADALAH KESEMPATAN BERHARGA.’

“Kegagalan… adalah kesempatan berharga? Pfft.” Eliana mendecih pelan. “Berharga apanya? Kalau gagal, ya gagal saja!” Lanjutnya. 

Ketika ia hendak melenggang pergi, ayahnya menariknya.

“Kamu mau ke mana? Kita akan masuk ke dalam sini, Eliana,” kata Ayah sambil tersenyum.

Apa? Ayah mengajakku ke karnaval hanya untuk mendengarkan ocehan motivator? Eliana melihat ayahnya mengeluarkan dua tiket masuk untuk acara itu kepada salah satu penjaganya.

“Ah, ternyata ayah sudah membelinya lebih dulu. Pantas saja ia mengetuk kamarku berkali-kali pagi ini,”

Gumam Eliana dalam hati.  

Tak menolak, ia mengekor pada ayahnya, duduk di bangku paling depan dekat panggung, dan mendengarkan motivasi dari motivator yang dibilang kelas dunia itu. 

***

Jam besar di rumahnya berdentang, menandakan bahwa jam sudah berganti. Pukul sepuluh malam, Eliana bergeming, bersender pada jendela kamarnya dan melihat pemandangan indah awan malam dengan ribuan bintang bertebaran di sana. Ia hanyut dalam syahdunya keheningan. Ucapan motivator di karnaval petang tadi terus menghantuinya. Berputar-putar, mengawang di benaknya.

Pengalaman yang paling berharga sebenarnya bukan berada pada keberhasilan. melainkan pada kegagalan.

“Kegagalan itu berharga. Hanya dari sanalah kamu bisa memulai sesuatu dengan awal yang lebih baik. Bagaimana kamu bisa bangkit kalau terjatuh saja belum pernah?” 

Eliana tertegun, menyesapi senyapnya malam dengan lamunan panjang. Perlahan, pikirannya berlabuh. Sejuta pertanyaan timbul. Kemana saja dirinya yang dulu akhir-akhir ini? Kenapa ia harus berlarut-larut dalam tangisan?  Kenapa ia perlu melampiaskan amarah? Kenapa sejak awal, ia tidak bertekad berusaha lagi? Mengapa sangat mudah patah semangat? Padahal, ia bisa berusaha lebih giat lagi. 

Ia mengacak rambutnya frustasi, mendengus kasar lalu melemparkan dirinya ke kasur. Matanya menerawang, menilik langit-langit kamar yang polos. Ia baru menyadari bahwa sebulan terakhir ia telah membuang waktunya. Menangisi sesuatu yang bahkan ia bisa membuatnya lebih baik lagi. Senyuman lebar terpatri di bibirnya, ia berdiri, lalu mengampiri cermin. 

“Bodoh. Iya, kamu bodoh.” Ia terkekeh kecil, memandangi pantulan dirinya di cermin.

Sekarang, Eliana tidak akan membiarkan dirinya patah semangat lagi. 

“Tunggu saja, Saputra. Satu tahun ke depan, aku pastikan namakulah yang akan tercantum di sana. Bukan kamu, atau siapa pun,” gumamnya.

 

A little note: Untuk siapapun yang membaca ini, khususnya kawanku. Kegagalan itu bukan sesuatu yang patut disalahi. Kecewa boleh, tapi jangan hanyut di dalamnya. Kamu bisa bangkit kapan pun, memulai semuanya dengan awalan yang lebih baik lagi. Kegagalan itu ada untuk mengiringi sukses, kan? Kalau kamu tidak pernah gagal, maka tidak akan pernah berusaha lebih baik dari sebelumnya; hanya akan tetap berada di tempat sebelumnya. Kegagalan juga ada untuk menumbuhkan semangat baru; yang lebih berapi-api dari sebelumnya. Jadi, jangan putus asa karena satu kegagalan. Terus maju dan berusahalah lebih keras. Terima kasih.

Previous
Previous

Pencurian di Galeri Seni

Next
Next

Tangled